Sunday, March 11, 2018

Tahap Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud

Perkembangan Psikoseksual 
Freud (1905) mengusulkan bahwa terdapat suatu tahapan normal perkembangan yang terdiri dari serangkaian tahapan yang disebutnya sebagai tahapan psikoseksual (psychosexual stages). Setiap tahap berfokus pada zona erogenous yang berbeda (bagian tubuh yang peka terhadap rangsang seksual). Cara anak - anak mempelajari pemenuhan hasrat seksual yang diasosiasikan dengan setiap tahap menjadi suatu komponen penting bagi kepribadian seorang anak. Menurut Freud, kegagalan melewati tahap-tahap ini secara normal akan menimbulkan berbagai macam gangguan psikoseksual dan gangguan karakter.

Deskripsi Freud terhadap tahapan psikoseksual sebagian besar didasarkan pada observasi terhadap orang dewasa yang dirawatnya dalam psikoterapi yang meyakinkannya bahwa kesulitan-kesulitan mereka berawal dari insting seksual yang ditekan pada usia awal kehidupan mereka (Freud, 1925). 

Menurut Freud, perhatian terhadap regresi dan fiksasi merupakan hal yang penting bagi perkembangan gangguan psikologis. Seseorang dapat melakukan tindakan yang pada  umumnya dilakukan oleh individu pada tahapan usia  yang lebih muda atau terjebak (fixated) pada tahap tersebut. Dalam fiksasi (fixation), individu tetap berada pada suatu tahap perkembangan psikoseksual yang  dicirikan pada masa kanak-kanak.

1. Fase oral (oral stage) (0—18 bulan)
pusat kenikmatan bagi bayi adalah stimulasi pada daerah mulut dan bibir. Tahapan ini terbagi ke dalam dua fase. 
Fase pertama adalah oral pasif atau fase menerima, ketika perasaan puas berasal dari menyusu atau makan. 
Pada fase kedua, oral agresif, kenikmatan diperoleh dari mengulum dan menggigit apa pun yang dimasukkan ke dalam mulut bayi. Regresi atau fiksasi pada fase oral pasif dapat menyebabkan pencarian kepuasan sumber oral pada masa dewasa (menggigit kuku, merokok, makan berlebihan). Orang yang mengalami regresi atau fiksasi pada fase oral agresif gemar berkata-kata kasar atau memiliki perilaku kasar terhadap orang lain.

2. Fase anal (anal stage) (18 bulan—3 tahun)
Energi seksual anak-anak berfokus pada stimulasi daerah anal dari menahan ataupun mengeluarkan kotoran (feses). Seseorang yang terjebak pada tahap ini dapat memiliki tipe struktur karakter yang terlalu mengontrol dan gemar menahan atau menimbun yang disebut dengan anal retentive, berhubungan dengan dunia luar melalui cara menyimpan sesuatu. Sebaliknya, fiksasi pada fase anal dapat menyebabkan karakter ceroboh, impulsif, dan tidak terkontrol yang disebut dengan anal expulsive. Regresi pada tahap anal dapat membuat individu menjadi sangat rapi atau sebaliknya sangat tidak rapi. Sebagai contoh, seorang wanita yang membersihkan laci pakaiannya dengan cara tertentu setiap kali ia berdebat dengan suaminya.

3. Fase phalik (phallic stage) (3—5 tahun)
Perasaan seksual anak terpusat pada area genital. Freud percaya bahwa nasib kesehatan psikologis anak pada masa depan terbentuk pada fase ini, ketika anak harus mengatasi masalah paling penting dalam kehidupan awal. Pada fase phalik, anak menjadi tertarik secara seksual kepada orang tua yang berlawanan jenis kelamin. Freud (1913) menyebut situasi ini pada anak laki-laki dengan sebutan Oedipus complex yang merujuk kepada Oedipus, karakter tragis dalam sejarah Yunani yang diketahui membunuh ayahnya dan menikahi ibunya. Freud menggambarkan suatu proses paralel pada anak perempuan, Elektra complex, merujuk pada karakter Yunani kuno yang bekerja sama untuk membunuh ibunya. Freud percaya bahwa terdapat perbedaan jenis kelamin yang penting dalam mengatasi krisis tersebut, namun bagi kedua jenis kelamin, masalah ini dapat terselesaikan dengan baik ketika sang anak mengidentifikasikan orang tua dengan jenis kelamin yang sama. Anak memperoleh superego yang mendorong penilaian masyarakat terhadap inses dan membentuk tahapan untuk menghadapi hasrat seksual ataupun hasrat agresi yang mungkin muncul di masa depan. Freud percaya bahwa kegagalan mengatasi Oedipus complex, sebagaimana yang terjadi pada jenis kelamin perempuan maupun laki-laki, merupakan sumber utama munculnya neurosis. Menurut Freud, setelah kekacauan Oedipus complex, energi seksual anak mengalami penyusutan. 

4. Fase laten (latency) (5— 12 tahun)
Anak berinteraksi dengan teman sebaya dan meniru perilaku orangtua serta orang dewasa lainnya yang berjenis kelamin sama dengan anak tersebut. Dengan asumsi bahwa masalah seks tidak lagi menjadi fokus pada tahap ini, masalah - masalah psikologis pun jarang terjadi.

5. Fase genital (genital stage) (12 tahun hingga masa dewasa) 
Bersamaan dengan terbentuknya kembali dorongan seksual menjelang masa pubertas, perasaan seksual yang terkait dengan Oedipus complex pun kembali muncul. Menurut Freud, orang dewasa harus belajar untuk mentransfer rasa ketertarikan seksual dari figur orang tua ke teman sebaya dengan jenis kelamin   yang berbeda. Adult genitality, kemampuan untuk mengekspresikan perasaan seksual melalui cara yang bijak dan dalam konteks yang tepat, tercapai ketika individu mampu ”bekerja dan bercinta” (menurut Freud) dengan orang lain. Fiksasi dan regresi yang terjadi pada tahap sebelumnya dapat menghambat kemampuan individual untuk melewati tahapan ini secara memuaskan.


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.