Perkembangan Psikoseksual
Freud
(1905) mengusulkan bahwa terdapat suatu tahapan normal perkembangan
yang terdiri dari serangkaian tahapan yang disebutnya sebagai tahapan
psikoseksual (psychosexual stages). Setiap tahap berfokus pada zona
erogenous yang berbeda (bagian tubuh yang peka terhadap rangsang
seksual). Cara anak - anak mempelajari pemenuhan hasrat seksual yang
diasosiasikan dengan setiap tahap menjadi suatu komponen
penting bagi kepribadian seorang anak. Menurut Freud, kegagalan
melewati tahap-tahap ini secara normal akan menimbulkan berbagai macam
gangguan psikoseksual dan gangguan karakter.
Deskripsi
Freud terhadap tahapan psikoseksual sebagian besar didasarkan pada
observasi terhadap orang dewasa yang dirawatnya dalam psikoterapi yang
meyakinkannya bahwa kesulitan-kesulitan mereka berawal dari insting
seksual yang ditekan pada usia awal kehidupan mereka (Freud, 1925).
Menurut
Freud, perhatian terhadap regresi dan fiksasi merupakan hal yang
penting bagi perkembangan gangguan psikologis. Seseorang dapat melakukan
tindakan yang pada umumnya dilakukan oleh individu pada tahapan usia
yang lebih muda atau terjebak (fixated) pada tahap tersebut. Dalam
fiksasi (fixation), individu tetap berada pada suatu tahap perkembangan
psikoseksual yang dicirikan pada masa kanak-kanak.
1. Fase oral (oral stage) (0—18 bulan)
pusat kenikmatan bagi bayi adalah stimulasi pada daerah mulut dan bibir. Tahapan ini terbagi ke dalam dua fase.
Fase pertama adalah oral pasif atau fase menerima, ketika perasaan puas berasal dari menyusu atau makan.
Pada fase kedua,
oral agresif, kenikmatan diperoleh dari mengulum dan menggigit apa pun
yang dimasukkan ke dalam mulut bayi. Regresi atau fiksasi pada fase oral
pasif dapat menyebabkan pencarian kepuasan sumber oral pada masa dewasa
(menggigit kuku, merokok, makan berlebihan). Orang yang mengalami regresi atau fiksasi pada fase oral agresif gemar berkata-kata kasar atau memiliki perilaku kasar terhadap orang lain.
2. Fase anal (anal stage) (18 bulan—3 tahun)
Energi
seksual anak-anak berfokus pada stimulasi daerah anal dari menahan
ataupun mengeluarkan kotoran (feses). Seseorang yang terjebak pada tahap
ini dapat memiliki tipe struktur karakter yang terlalu mengontrol dan
gemar menahan atau menimbun yang disebut dengan anal retentive,
berhubungan dengan dunia luar melalui cara menyimpan sesuatu.
Sebaliknya, fiksasi pada fase anal dapat menyebabkan karakter ceroboh,
impulsif, dan tidak terkontrol yang disebut dengan anal expulsive.
Regresi pada tahap anal dapat membuat individu menjadi sangat rapi atau
sebaliknya sangat tidak rapi. Sebagai contoh, seorang wanita yang
membersihkan laci pakaiannya dengan cara tertentu setiap kali ia
berdebat dengan suaminya.
3. Fase phalik (phallic stage) (3—5 tahun)
Perasaan
seksual anak terpusat pada area genital. Freud percaya bahwa nasib
kesehatan psikologis anak pada masa depan terbentuk pada fase ini,
ketika anak harus mengatasi masalah paling penting dalam kehidupan awal.
Pada fase phalik, anak menjadi tertarik secara seksual kepada orang tua
yang berlawanan jenis kelamin. Freud (1913) menyebut situasi ini pada
anak laki-laki dengan sebutan Oedipus complex yang merujuk kepada
Oedipus, karakter tragis dalam sejarah Yunani yang diketahui membunuh
ayahnya dan menikahi ibunya. Freud menggambarkan suatu proses
paralel pada anak perempuan, Elektra complex, merujuk pada karakter
Yunani kuno yang bekerja sama untuk membunuh ibunya. Freud percaya bahwa
terdapat perbedaan jenis kelamin yang penting dalam mengatasi krisis
tersebut, namun bagi kedua jenis kelamin, masalah ini dapat
terselesaikan dengan baik ketika sang anak mengidentifikasikan orang tua
dengan jenis kelamin yang sama. Anak memperoleh superego yang mendorong
penilaian masyarakat terhadap inses dan membentuk tahapan untuk
menghadapi hasrat seksual ataupun hasrat agresi yang mungkin muncul di
masa depan. Freud percaya bahwa kegagalan mengatasi Oedipus complex,
sebagaimana yang terjadi pada jenis kelamin perempuan maupun laki-laki,
merupakan sumber utama munculnya neurosis. Menurut Freud, setelah kekacauan Oedipus complex, energi seksual anak mengalami penyusutan.
4. Fase laten (latency) (5— 12 tahun)
Anak
berinteraksi dengan teman sebaya dan meniru perilaku orangtua serta
orang dewasa lainnya yang berjenis kelamin sama dengan anak tersebut.
Dengan asumsi bahwa masalah seks tidak lagi menjadi fokus pada tahap
ini, masalah - masalah psikologis pun jarang terjadi.
5. Fase genital (genital stage) (12 tahun hingga masa dewasa)
Bersamaan
dengan terbentuknya kembali dorongan seksual menjelang masa pubertas,
perasaan seksual yang terkait dengan Oedipus complex pun kembali muncul.
Menurut Freud, orang dewasa harus belajar untuk mentransfer rasa
ketertarikan seksual dari figur orang tua ke teman sebaya dengan jenis
kelamin yang berbeda. Adult genitality, kemampuan untuk
mengekspresikan perasaan seksual melalui cara yang bijak dan dalam
konteks yang tepat, tercapai ketika individu mampu ”bekerja dan
bercinta” (menurut Freud) dengan orang lain. Fiksasi dan regresi yang
terjadi pada tahap sebelumnya dapat menghambat kemampuan individual
untuk melewati tahapan ini secara memuaskan.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.